ProaksiNews, Bekasi – Villa dan Sanggar Seni yang dikenal dengan Studio Zoom 8 milik Hendri Yuliansyah, kembali dipagar dan dipasangi kawat berduri pada tanggal 28 Oktober 2021 oleh pihak lain yang diduga oknum preman bayaran.
Tak hanya dipagar dan dipasangi kawat berduri, villa dan sanggar seni yang berlokasi di Kampung Tapos, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, itu juga diduduki secara paksa oleh puluhan oknum preman.
Advokat dari lembaga bantuan hukum Sosio Legal, Rizky Adityo menjelaskan, pemagaran Studio Zoom 8 itu dilakukan pada Kamis, 28 Oktober 2021 yang diduga dilakukan oleh puluhan oknum preman bayaran yang diduga suruhan pengembang PT Centul City.
“Terus terang, kami sangat menyesalkan tindakan puluhan oknum preman bayaran yang melakukan pemagaran dan menduduki secara paksa villa dan sanggar seni milik Hendri Yuliansyah,” kata Rizky Adityo didampingi Rian Amirul Hakim kepada wartawan di kantor LBH Sosio Legal Kota Bekasi, Sabtu (30/0/2021).
Rizky Adityo mengungkapkan, merujuk pada amar putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor: 220/Pdt.G/2016/PN.Cbi, putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 273/Pdt/2018/PT.BDG dan putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 2200/K/Pdt/2019, tidak satupun dalam amar tersebut memerintahkan untuk mengeksekusi dan mengosongkan lahan Studio Zoom 8 tersebut.
“Hal ini membuktikan, terdapat tindakan kesewenang-wenangan (abuse of power) yang dilakukan oleh oknum preman bayaran,” kata dia.
Seharusnya, kata Rizky Adityo, apabila pihak PT Sentul City mengerti aturan hukum dan meyakini berdasarkan putusan Pengadilan seperti yang disebutkan di atas, mereka dapat melakukan permohonan eksekusi ke pengadilan yang merupakan aturan dan tatacara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara, bukan dengan menyuruh preman bayaran.
Sehubungan dengan adanya tekanan dan intimidasi berupa pemasangan gembok dan kawat berduri serta menduduki secara paksa villa dan sanggar seni milik Hendri Yuliansyah, Rizky Adityo dan Rian Amirul Hakim berharap kepada aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian memberikan perlindungan hukum atas tindakan premanisme dan kesewenang-wenangan tersebut.
Selain itu, Rizky Adityo juga berharap pihak kepolisian membantu penyelesaian sengketa tanah dan bangunan tersebut, serta dapat menyikapinya dengan arif dan bijaksana agar kliennya memperoleh kepastian terkait kepemilikan tanah tersebut dan mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.
Diungkapkan Rizky Adityo, bahwa pihak kuasa hukum Hendry Yuliansyah juga akan segera kembali melakukan permohonan perlindungan hukum ke Presiden Joko Widodo, untuk mencari keadilan.
Seperti diketahui, villa dan sanggar seni milik Hendri Yuliansyah yang berdiri di atas tanah seluas 8.800 M2 itu, telah memperoleh izin dari Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Bogor Nomor: 591.2/002/00841/BPT/2013 tentang pemberian izin peruntukan penggunaan tanah.
Rian Amirul Hakim menambahkan, selain bangunan villa dan sanggar seni itu telah memperoleh izin dari Pemerintah Kabupaten Bogor, kliennya juga sudah melaksanakan kewajibannya dengan membayar retribusi mendirikan bangunan gedung (IMBG) sebesar Rp63.173.000 dengan bukti SKRD Nomor: 0308041 tertanggal 14 Agustus 2014.
Namun anehnya, kata dia, tanah yang dibeli oleh Hendri Yuliansyah ternyata tidak bisa dibuatkan sertifikat. Alasannya, karena di atas tanah milik Hendri Yuliansyah (pemohon), menurut keterangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor, sudah terbit SHGB Nomor: 1345 tahun 2003 dan SHGB Nomor: 1602 tahun 2009 atas nama PT Sentul City.
Padahal, kata Rian Amirul Hakim menambahkan, berdasarkan keterangan dari masyarakat sekitar dan keterangan dari para penjual tanah, mereka tidak pernah melepaskan hak atas tanahnya kepada pihak lain, apalagi kepada pihak PT Sentul City.
“Para pemilik tanah hanya menjual kepada klien kami (Hendri Yuliansyah). Hal ini membuktikan adanya kejanggalan dari SHGB yang dimiliki PT Sentul City dan menguatkan adanya dugaan praktik mafia tanah di wilayah tersebut,” tegasnya. H. Oji.
Komentar