Pembebasan Lahan Makam Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta Diduga Ada Markup

Hukrim, Nasional875 Dilihat

ProaksiNews, Jakarta – Pembebasan lahan pada Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta pada tahun 2019 seluas 11.165 m2 di Jalan Rorotan Jakarta Utara diduga ada pengelembungan harga atau mark-up.

Pasalnya, pembebasan lahan yang didasari Pergub DKI Jakarta Nomor 404 Tahun 2016 tanggal 29 Desember 2016 tersebut, saat dilakukan pembebasan lahan, harganya disinyalir lebih mahal jika dibandingkan dengan harga pasaran pada tahun tersebut.

Demikian diungkapkan Ketua Gerakan Cinta Indonesia, Hisar Sihotang kepada ProaksiNews, Senin (14/2/2022). Menurutnya pembayaran dalam pengadaan lahan tersebut diduga mencapai 210 persen dari harga sesuai NJOP.

“Ada dugaan pembebasan lahan di Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta terjadi kenaikan hingga 210 persen dari harga NJOP,” ujarnya.

Dikatakannya, untuk diketahui, berdasarkan Pergub DKI Jakarta Nomor 157 tahun 2019, unit Pengadaan Tanah Kehutanan berubah nama menjadi Unit Pengadaan Tanah Pertamanan dan Hutan Kota.

Dinas Kehutanan pada tahun 2019 melakukan pengadaan tanah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Makam atau tanah untuk areal Tempat Pemakaman Umum (TPU) pada 5 lokasi seluas 27.737 m2 senilai Rp.156.067.002.500. Dari lima lokasi tersebut, tiga lokasi diantaranya berada di jalan Raya Rorotan,Cilincing Jakarta Utara seluas 11.165 m2 senilai Rp29.866.375.000 dengan rincian sebagai berikut,

1. SHM No.5420 atas nama Ba dengan luas 5.003 m2 senilai Rp13.383.025.000.

2. SHM No.1963 atas nama Ba dengan luas 3.135 m2 senilai Rp8.386.125.000.

3. SHM No.1986 atas nama Ba dengan luas 3.027 m2 senilai Rp8.097.225.000.

Dan pembayaran telah dilakukan kepada kepada Ba dengan total senilai Rp29.866.375.000 pada tanggal 24 Juli 2019 berdasarkan bukti SP2D Nomor 000827/SP2D/VII/2019.

Sementara pada tanggal 1 Maret 2019, Dinas Kehutanan menerima surat permohonan pembebasan lahan dari masyarakat, yaitu dari FP dan CA untuk membebaskan lahan milik keluarga mereka (ahli waris H. AR) seluas 15.994. M² atas nama Ni dengan bukti kepemilikan SHM sebagai berikut: SHM Nomor 1986 seluas3.027 m² atas nama CA, sedangkan SHM Nomor 1982 seluas 4.417 m², SHM Nomor 1963 seluas 3.135 m² atas nama NI, SHM Nomor 1980 seluas 5413 m².

Dari 4 lokasi yang ditawarkan tersebut, hanya dua lokasi yang ditindaklanjuti proses pembeliannya, yaitu SHM Nomor 1986 seluas 3.027 m², dan SHM Nomor 1963 seluas 3.135 m².

Anehnya, saat pelaksanaan pembayaran pada tang 18 Juli 2019, Dinas Kehutanan tidak membayar kepada FP dan CA selaku pemilik tanah yang menawarkan tanahnya, tetapi dibayar kepada Ba senilai Rp16.483.350.000 untuk dua lokasi tanah seluas 6.162 m² dengan bukti kuitansi Nomor 00512/SPP/20401000/VII/2019 Harga tanah yang dibayarkan kepada Ba tersebut adalah senilai Rp2.675.000/m² atau naik 210% dari nilai NJOP yang hanya senilai Rp.1.274.000/m².

Dari data yang diketahui, ungkap  Hisar, bahwa pada saat akhir proses pelaksanaan pengadaan tanah dengan masyarakat yang menawarkan tanahnya, ternyata Ba telah membeli tanah tersebut dari pemilik yang menawarkan tanahnya ke Dinas kehutanan.

“Ini yang patut diduga adanya mafia tanah atau dugaan terjadinya kesepakatan antara Dinas Kehutanan sebagai pucuk pimpinan Kadis dan Kepala UPT Tanah dalam proses pengajuan tanah masyarakat kepada Dinas Kehutanan oleh FA dan CA yang sudah diproses pembeliannya,” jelasnya.

Terlebih lagi, saat akhir pembayaran muncul, seorang berinsial Ba dan dibayarkan kepada Ba, bukannya kepada pihak yang mengajukan, yakni FP dan CA yang secara langsung tanpa dikuasakan.

Dalam transaksi jual beli tanah yang dilakukan oleh pemohon kepada pihak lain dalam masa proses pembebasan lahan, ironisnya dinas kehutanan tetap memproses tanah yang lagi berproses kepihak lain, dan ini disinyalir bentuk permainan untuk memuluskan penitipan harga nilai jual yang lebih tinggi.

Namun faktanya, harga tanah/m² dilokasi tersebut hanya senilai Rp.1.274.000 sesuai NJO, namun Dinas Kehutanan membayar harga tanah kepada Ba senilai Rp.2.675.000/m². Siapa yang berinsial Ba? dengan secepat kilat bisa memutar arah pembayaran tanah, mari kita tanyakan kepada Unit pengadaan tanah dan Kepala Dinas kehutanan.

Ditambahkan Hisar, dalam hal pengadaan tanah, Dinas Kehutanan tidak pernah pertimbangkan kesesuaian Rencana Tata Ruang (RTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ). Hasil Klarifikasi kepada pemilik Lahan, mendapatkan arahan/disposisi Gubernur DKI Jakarta.

Ironisnya, meskipun kondisi lahan yang ditawarkan tidak segera dapat dibangun (tidak siap pakai), serta tidak sesuai dengan rujukan dalam perencanaan teknis pengembangan dan pembangunan RTH. Namun, proses pengadaan tanah tetap dilanjutkan sampai dengan proses pembayarannya.

Selain itu, tdak ada kriteria atau dasar pertimbangan yang jelas atas pemilihan lokasi pembebasan lahan. Proses pengadaan tanah dengan kondisi fisik tanah yang tidak layak, tidak siap pakai, tidak sesuai peruntukan seperti lokasi Jalan Rorotan tersebut di atas yang dinilai terlalu cepat dan tidak wajar. Sebab, hanya lima bulan sejak pengajuan penawaran tanah kepada Dinas Kehutanan.

Dan berdasarkan dokumen yang ada, serta surat penawaran tanah yang diajukan oleh masyarakat kepada Dinas Kehutanan dan Gubernur pada tahun 2019, ditemukan lebih dari 400 surat permohonan penawaran tanah yang diterima, termasuk pengajuan permohonan pembebasan tanah dari tahun-tahun sebelumnya.

“Dari 400 lebih penawaran tanah yang diajukan masyarakat, hanya 55 penawaran yang ditindaklanjuti atau diproses pengadaanya sampai pembayaran, yaitu 48 penawaran untuk RTH Taman, 4 penawaran untuk RTH Hutan dan 3 untuk RTH Pemakaman (TPU),” bebernya

Selain itu, dari 55 penawaran yang diterima tersebut, terdapat kondisi lahan yang tidak layak, tidak siap bangun, tanah rawa, dan tanah sawah yang memerlukan biaya urugan yang mahal. Harga KJPP yang tidak wajar sampai dengan ada yang 210-300% dari NJOP, serta lokasi yang tidak sesuai zona/peruntukan.

Namun proses pengadaan tanah tetap dilanjutkan, tidak ada upaya membatalkan, mengalihkan, mengganti dengan harga tanah yang lebih murah atau sama dengan NJOP, siap bangun dan tidak memerlukan biaya pematangan yang besar.

Sebelumnya, surat Konfirmasi proaksinews yang dikirim tanggal 27-10-2021 di Dinas Pertamanan dan Hutan Kota hingga saat ini tidak mendapat jawaban. Namun kepala dinas terkait surat mengakui sudah masuk, dan akan dikirim jawabannya ke kantor redaksi ProaksiNews.

“Ditunggu saja, pasti nanti suratnya dijawab,” tutur salah seorang satpam di kantor dinas.

Sementara Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Pemprov DKI Jakarta, Suzi Marsitawaty saat dikonfirmasi melalui WA tidak memberikan menjawab. Begitu ada jawaban, mengaku sedang mengikuti rapat.

“Saya lagi rapat di luar,” ujarnya .

Menurut informasi yang dihimpun, bahwa Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta belum lama ini digeledah oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, hal ini diduga terkait pengadaan tanah tahun 2017-2019.

Sedangkan Lurah Rorotan, Idfham Mugabe kepada ProaksiNews mengungkapkan, terkait pembebasan lahan makam di rorotan, keterlibatannya hanya sebatas mengetahui letak dan titik lokasi. Sementara terkait harga tanah pihaknya tidak dilibatkan.

“Saya tidak dilibatkan, dan bukan ranah lurah. Silahkan tanya ke Dinas terkait,” katanya. frans.

Komentar